Struktur social adalah tatanan atau
susunan social yang membentuk kelompok-kelompok social dalam masyarakat.
Menurut para ahli struktur social
adalah sebagai berikut :
1. Soerjono
seokanto : struktur social adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi
dan peranan-peranan social
2. George
C Homan : struktur social adalah hal yang memiliki hubungan erat dengan prilaku
social dasar dalam kehidupan sehari-hari
Ciri
– ciri struktur social
-
Muncul pada kelompok masyarakat,
struktur social hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status
dan peran dalam sebuah kelompok masyarakat.
-
Berkaitan erat dengan kebudayaan, setiap
kebudayaan memiliki struktur social yang
berbeda tergantung daerah itu sendiri
Hal
yag mempengaruhi struktur social masyarakat Indonesia :
a. Keadaan
geografis, terdiri dari pulau yang terpisah sehingga mengembangkan bahasa,
perilaku yang berbeda satu sama lain.
b. Mata
pencaharian, beragam disetiap daerah antara lain petani, nelayan
c. Pembangunan,
jika pembangunan tidak merata antar daerah dapat menciptakan kelompok
masyarakat kaya dan miskin
-
Dapat berubah dan berkembang ,
masyarakat tidak statis karena terdiri dari kumpulan individu, mereka bisa
berubah dan berkembang sesuai zaman
Fungsi
struktur social
-
Fungsi identitas, sebagai penegas
identitas yang dimiliki oleh sebuah kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan
latar belakang akan mengembangkan strutur sosialnya sendiri
-
Fungsi control, sebagai alat untuk
mengurangi kecendrungan melanggar aturan
-
Fungsi pembelajaran, dengan adanya
struktur social maka ada interaksi yang dapat digunakan sebagai pembelajaran
Bentuk
struktur social
Struktur social dibagi menjadi 2
yaitu stratifikasi social dan deferensiasi social
a. Stratifikasi
social adalah struktur dalam masyarakat yang membagi masyarakat ke dalam
tingkatan-tingkatan
b. Deferensiasi
social adalah penggolongan masyarakat atas perbedaan tertentu yang biasanya
sama atau sejajar
Struktur
masyarakat petani dibagi berdasarkan luas kepemilikan lahan menjai ua golongan
besar yaitu buruh tani dan pemilik lahan. Buruh tani memiliki kekuasaan social
yang paling bawah dengan aktifitas ekonomi yang terbatas pada pengerahan tenaga
buruh upahan kepada pemilik lahan
Beberapa diantaranya mencoba untuk melakukan kegiatan ekonomi
lainnya, namun masih terbatas pada jenis perdagangan kecil. Berbeda dengan kaum
tuan tanah yang mempunyai kegiatan ekonomi lebih bervariatif dan skala yang
jauh lebih besar.
Perkembangan struktur sosial masyarakat desa saat ini masih mengenal
adanya dua strata tersebut, namun kegiatan ekonomi yang ada telah berkembang
sehingga kesejahteraan buruh tani dapat lebih meningkat. Pola kemitraan yang
sejajar juga telah terbentuk antara buruh tani dan pemilik tanah.
Telah kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara agraris, di mana
pertanian memegang peranan penting bagi aktifitas ekonomi rakyatnya. Selain
memiliki fungsi penting bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, pertanian
juga memiliki fungsi pokok dalam kehidupan, baik sebagai tempat tinggal maupun
sebagai faktor produksi yang utama. Itu artinya, kebutuhan akan tanah bukan
hanya dan bukan semata-mata kebutuhan masyarakat petani (produsen pangan),
melainkan juga kebutuhan masyarakat bukan petani (konsumen) secara keseluruhan.
Mata pencaharian di bidang pertanian banyak dilakoni masyarakat
pedesaan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sangat menarik jika membahas
tentang bagaimana masyarakat desa dalam berinteraksi sosial dengan
lingkungannya. Tidak banyak orang yang tahu tentang desa, sehingga program-program
yang dilaksanakan oleh orang kota ke desa tidak bisa berjalan dengan optimal.
Setiap desa memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda, ditambah lagi dengan
adat dan norma yang berbeda disetiap desa.
Dalam masyarakat pertanian pedesaan pun ternyata tidak lepas dari
perubahan struktur sosial kemasyarakatan. Pembahasan mengenai struktur sosial
yang dikemukakan oleh Ralph Linton ada dua konsep, yaitu status dan peran.
Status merupakan sekumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek
dinamis dari sebuah status. Menurutnya seseorang menjalankan perannya ketika ia
menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya. Selain itu ia juga
membedakan pembagian status antara Ascrribed
status (status yang diperoleh
sejak lahir) dan achieved
status (status yang diraih
selama hidup). Konsep ini menunjukkan bahwa dalam suatu struktur sosial
terdapat ketidaksamaan posisi sosial antar individu. Sedangkan Max Weber
mengatakan bahwa suatu masyarakat terbagi dalam stratifikasi yaitu kelas,
status, dan kekuasaan.
Di era globalisasi ini berbekal informasi dan teknologi serta
dikarenakan pula tuntutan kehidupan yang semakin penuh dengan tantangan
mengakibatkan banyaknya terjadi mobilitas masyarakat desa, sehingga
mengakibatkan perubahan struktur sosial dari waktu kewaktu, sistem
sosial-budaya dalam keluarga dan lingkungan, pendidikan, serta pengalaman
masyarakat desa itu sendiri yang akan mempengaruhi persepsi dan pola pikir
khususnya petani sehingga berpengaruh pada perilaku petani.
Contohnya di beberapa pedesaan, meski pertanian masih menjadi
karakteristik masyarakatnya. Tetapi penampilan fisik di masyarakat pedesaan
tersebut sudah tidak lagi dapat dilihat atau di identifikasikan dari pakaian,
rumah, dan sebagainya.
Identifikasi perubahan dari waktu ke waktu dapat di lihat dalam
struktur tindakan, cara pandang, perilaku, dan kelas sosial dalam masyarakat
tersebut. Perubahan masa kini pada masyarakat desa ditandai dengan adanya
organisasi modern yang sifatnya lebih kompleks. Perubahan model produksi
menimbulkan pembagian kerja yang menjadi pengelompokan-pengelompokan baru dalam
kelas sosial. Ada kecenderung bahwa masyarakat pedesaan, terutama mereka yang
bermata pencaharian sebagai petani, baik pemilik, penyakap maupun buruh tani,
lebih memilih beralih mata pencaharian atau melakukan diversifikasi usaha ke
sector non-pertanian daripada harus memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan
akses dan kontrol terhadap tanah ketika akses dan kontrol merekaterancam atau
hilang sama sekali.
Selanjutnya kelas sosial para petani desa posisinya terkadang bisa
sangat statis tetapi juga tidak menutup kemungkinan untuk dinamis sehingga ia
dapat berubah sesuai dengan konteks, dan sesuai dengan fungsi atau peranannya
dalam masyarakat. Artinya mobilitas tidak hanya terjadi pada tataran lokasi
atau ruang wilayah masyarakat tetapi juga pada tataran kelas social masyarakat.
Mobilitas atau pergerakan ini juga memperlihatkan kepada kita bagaimana
transformasi bentuk atau model tradisional ke modern telah mempengaruhi
perubahan sosial termasuk perubahan kelas dan status dalam masyarakat desa.
Perubahan masyarakat terhadap model produksi dari pertanian kemigrasi membawa
transformasi pada bentuk tradisional ke modern, mempengaruhi struktur kelas
sosial dan dinamika perubahan atau pergantian kelas semakin banyak terjadi pada
kalangan masyarakat di desa.
Buruh tani yang menempati tingkatan paling rendah dalam lapisan
masyarakat membawa konsekuensi bahwa kedudukan mereka tidak akan hilang. Mereka
merasa tidak perlu berupaya mempertahankan kedudukannya tersebut, karena suatu
yang mustahil mereka akan jatuh dari kedudukan sosialnya. Akibat dari kedudukan
sosial yang mereka miliki, rasa ketenteraman yang mereka alami sangat berbeda
dengan perasaan kaum pemilik tanah. Perasaan ini memunculkan nilai “nrimo
ing pandum” sehingga rasa berserah diri kepada nasib sangatlah besar pada
diri buruh tani. Keadaan ini menyebabkan timbulnya ketegangan sosial apabila
terdapat tindakan-tindakan yang berasal dari luar untuk merubah nasib mereka.
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan buruh tani
melalui pemberantasan buta huruf sama sekali tidak mempengaruhi para buruh
tani. Mata pencaharaian masyarakat desa sebaiknya harus diperhatikan oleh
pemerintah. Banyak petani masyarakat desa tidak diperhatikan oleh pemerintah.
Mereka bekerja dengan sendirinya. Walaupun beberapa petani tidak tetap
mempunyai harga diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan buruh tani, namun
kebanyakan sikap mental dan kecerdasannya serupa dengan buruh tani. Adanya
sumber pendapatan lain diluar upah sebagai pekerja membuat petani tidak tetap
sedikit terpengaruh dengan perubahan musim dan pasar tenaga kerja dibandingkan
dengan buruh tani. Kondisi rumah tinggal sedikit lebih kokoh dibandingkan buruh
tani. Pembagian ruang menjadi beberapa bagian menurut fungsi sudah dilakukan.
Petani tidak tetap sebagaimana buruh tani juga tidak tersentuh oleh
pemerintahan desa, kecuali ketika mereka melanggar hukum. Petani tidak tetap
semakin mermarginalkan seiring perkembangan zaman. Kebutuhan untuk berhutang di
musim paceklik membuat mereka menggadaikan atau menjual tanah mereka. Tanah
pertanian tersebut pada akhirnya tetap terkumpul pada sebagian kecil masyarakat
desa. Hubungan kekeluargaan pada petani tidak tetap sebagaimana buruh tani,
tidak mampu menolong mereka memperkuat kedudukan sosial dan ekonomi.
Secara ekonomi, dalam menjalankan usaha pertanian, tuan tanah besar
menjalankan fungsi sebagai pengelola. Mereka jarang sekali mengerjakan
pekerjaan kasar sendiri. Komoditas yang diusahakan adalah komoditas yang menjanjikan
keuntungan besar walupun dengan modal yang besar. Beberapa tuan tanah besar
berhasil merubah tegalan menjadi kebun buah-buahan yang terawat dengan baik.
Setelah panen, tuan tanah besar menyerahkan pengelolaan tanah pertaniannya
kepada buruh tani dengan cara maro. Tanah sawah yang mereka miliki disewakan
atas dasar bagi hasil. Hasil sewa tersebut mereka gunakan untuk memenuhi
kebutuhan makan sedangkan keuntungan dari usahatani kentang dan kubis mereka
gunakan untuk memenuhi kebutuhan kemewahan, seperti membangun rumah atau
membiayai kuliah anak-anak. Mereka juga menanamkan modal pada usaha dagang dan
pengangkutan.
Kebutuhan akan pinjaman bagi tuan tanah besar diperoleh dari pedagang
yang menyediakan pupuk dan obat-obatan pertanian. Para pedagang tidak
membebankan bunga atas pinjaman yang dilakukan, mereka telah menetapkan harga
jual yang lebih tinggi daripada harga pasaran. Selain itu, ketika panen sudah
menjadi “kewajiban moral” bagi tuan tanah besar untuk menjual hasil panen
kepada pedagang tersebut. Kompensasi yang terjadi adalah harga beli hasil panen
tersebut dengan harga yang lebih murah. Sekilas kita akan menganggap bahwa
syarat pinjaman tersebut tidak ideal, namun kita tidak dapat menyimpulkan bahwa
syarat tersebut merugikan tuan tanah besar. Secara ekonomi dan sosial, status
tuan tanah besar tidak tampak pada posisi yang dirugikan. Selalu terdapat
perdamaian dan keserasian antara anggota berbagai keluarga tuan tanah besar.
Kekuatan ekonomi dan sosial yang mereka miliki terletak pada kenyataan bahwa
secara bersama-sama mereka merupakan gabungan perusahaan besar yang mencakup
tanah, uang, kecerdasan, pengalaman dan hubungan.
Sebagian besar petani di Indonesia telah mampu mengembangkan
pertanian dengan pola modern mengikuti tuntutan teknologi budidaya pertanian.
Selain itu, pasar komoditas pertanian di desa pun cukup berkembang. Banyak
hasil-hasil pertanian yang di ekspor keluar negeri dan sebagian juga untuk
memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Pada masa kemerdekaan hingga 1980-an,
sebagian besar petani menjual produksinya ke pasar-pasar tradisional. Sayur
yang akan dijual dimasukkan begitu saja ke dalam karung, tidak dikemas dengan
baik dan para petani hanya tahu menanam, sehingga mereka lebih sering merugi
karena mendapatkan harga sayur yang jatuh di musim panen. Oleh karena itu,
sebagian penduduk kampung tidak bisa hidup sejahtera dan sebagian termasuk
kedalam ekonomi rendah. Rumah mereka yang berdinding anyaman bambu tampak kumuh
dan reot. Penyakit menular menjangkiti penduduk karena lingkungan yang tidak
sehat. Kandang ternak menempel langsung pada rumah-rumah penduduk, yang
seharusnya kandang-kandang ternak itu ditempatkan agak jauh atau diberi jarak
dengan rumah- rumah warga agar kesehatan lingkungan pun terjaga dan ini dapat
mengurangi tingkat berkembangnya penyakit.
Fenomena buruh tani dan petani bebas pada tahun 1950-an seperti yang
diulas oleh H ten Dam seakan-akan melompat menuju “kenaikan derajat” pada saat
ini. Tentu semuanya tidak terjadi begitu saja tentunya semuanya melalui proses
atau masa transisi. Semakin pesatnya perkembangan pembangunan industri di
perkotaan pada era orde baru yang memicu adanya disparitas desa-kota. Kondisi
ini menyebabkan adanya fenomena urbanisasi besar-besaran, terlebih dengan
semakin terdesaknya kaum buruh tani di pedesaan Jawa. Fenomena ini terus
berlanjut hingga pada awal 1980-an terjadi fenomena yang cukup menarik, yaitu
sulitnya mencari buruh tani untuk bekerja di lahan. Sebagian besar buruh tani
yang ada di tahun-tahun itu adalah mereka yang telah berusia lanjut. Sehingga
menyebabkan produktifitas kerja dan hasil pertanian yang minim.
Para buruh tani juga bisa menabung untuk membangun rumah, juga
menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi. Hampir di seluruh perkebunan
milik petani, para buruh tani dipersilakan meluangkan waktu untuk menggarap
tanaman yang mereka kelola di halaman atau di lahan yang mereka sewa. Biasanya
jika ada anggota kelompok yang sudah mampu mandiri, mereka dipersilahkan untuk
keluar dari kelompok tersebut dan membentuk kelompok sendiri untuk melatih
petani lain yang belum bergabung. Agar terbina dan terkonsep bagaimana
cara-cara membina para buruh tani di masa akan datang.
Melalui kelompok-kelompok pula, para petani berhasil memikat generasi
muda untuk bekerja di bidang pertanian. Dari mulai generasi muda yang hidupnya
tidak teratur, dengan adanya konsep pengelompokan tersebut, mereka, para
generasi muda bisa lebih terarah kea rah yang positif, contohnya pemuda
pencandu narkoba dan penderita gangguan jiwa pun dilibatkan dan diberi
pengarahan dalam bidang pengelompokan tersebut. Hingga kini, setiap tahun
sekitar 30 remaja berhasil dididik sebagai petani.
0 komentar:
Posting Komentar