Free Your Mind Write what i feel, write what i think.

Minggu, 05 Juni 2016

Teh Manis Pak Beno


"Allahuakbar... Allahuakbar"
"Dik, buruan udah azan nanti kita telat" teriak ayah dari ruang tamu.
"Sabar yah, masih nyari sarung di lemari" balasku.
Perjalanan ke musholla terasa lama, mungkin karena sudah lama aku tidak jalan kaki untuk menuju ke suatu tempat.
Saat bulan puasa  tiba, setiap maghrib ayah dan aku selalu sholat berjamaah di musholla dekat rumah. Rutinitas ini sudah biasa kami lakukan sejak aku masih kecil dan yang menjadi favoritku adalah menebak hidangan takjil yang akan di berikan. Sudah dua kali bulan puasa aku melewatkan rutinitasku ini, sejak kuliah di Bandung dan berbagai kesibukanku di kampus membuatku tidak sempat untuk pulang saat bulan puasa. Yah paling-paling cuma saat lebaran.
"Assalamualaikum, lah ini Dika toh? Piye kabare le" sapa laki-laki disebelah ayah

"Waalaikumssalam" jawabku dan ayah 

"Iya pak ini Dika, alhamdulillah kabar baik. Pak Beno apa kabar? Sehat? Sudah lama gak ketemu ya pak" jawabku sumringah.
Pak Beno adalah sosok favorit anak-anak di sekitar komplek rumah kami. Beliau sangat ramah, humoris dan bijaksana. Banyak anak-anak yang selalu berkunjung kerumahnya untuk mendengarkan cerita atau meminta nasihat. Hal yang paling di nantikan adalah segelas teh manis yang mulai di seruput Pak Beno, entah kenapa setiap kali Pak Beno selesai menyeruput teh manisnya kata-kata mutiara dan nasihat yang menyegarkan selalu keluar dari mulutnya.
"Le abis sholat mampir ke rumah bapak yuk, kita buka puasa bareng sambil ngeteh" ajak pak Beno 

"Ayo pak, sudah lama gak minum teh bareng bapak" kataku bersemangat

Setelah ijin ke ayah, aku buru-buru menghampiri Pak Beno. Sampai di rumahnya aku di sambut hangat oleh keluarga kecil sederhanya. Setelah makan bersama Pak Beno mengajakku duduk di teras rumahnya  untuk ngobrol

"Dik, gimana kuliahmu? Lancar?" Tanya pak Beno

"Yah gitu-gitu ajalah pak" jawabku singkat, dengan refleks aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal

"Gitu-gitu itu ya gimana toh, bapak gak ngerti" Pak Beno terlihat bingung

"Ini teh manisnya Pak, Dika. Buruan diminum ya ntar dingin" kata istri Pak Beno yang  datang sembari membawa dua gelas teh hangat dan sepiring pisang goreng

"Suun bu" kataku sambil tersenyum
"Ya gitu pak biasa-biasa aja, yah gimana ya aku ngerasa gak berguna di kampus pak. Aku ini kan gaptek, di mintain tolong tentang komputer gak ngerti yang ada malah sering nyusahin temen buat ngajarin hal yang sebenernya sederhana, trus ditanyain pelajaran di kampus aku gak bisa jelasin taulah pak otakku ini pas-pasan, aku juga orang gak terkenal pak temen sekelasku aja sering lupa kalo aku sekelas sama mereka. Aku rasa ada atau gak ada kehadiranku itu sama aja pak gak ada pengaruh sama sekali di lingkunganku" kataku sambil tersenyum kecut.
Kulihat Pak Beno mulai mengambil gelas teh nya dan menyeruputnya. Inilah hal yang aku tunggu

"Dik Dika pernah nonton film The Butterfly Effect gak? Predestination?" Kata Pak Beno sambil menggigit pisang gorengnya

"Pernah pak, bagus saya suka alur cerita seperti itu, membingungkan tapi seru" jawabku setengah bingung.
Aku tak mengerti mengapa tiba-tiba saja ia menanyakan hal seperti itu.

"Nah kamu tau kan ceritanya seperti apa, intinya bagaimana suatu hal kecil itu saling terkait dan memiliki peran" ucapnya

"Iya pak aku paham, lalu apa hubungannya dengan masalahku?" Kataku masih tetap bingung.

"Begini dik Dika, kan kamu bilang katanya kamu merasa dirimu itu tidak berguna dan tidak memiliki pengaruh dilingkunganmu, jadi hubungannya dengan film itu adalah jangan pernah menganggap dirimu tidak memiliki pengaruh dilingkunganmu karena semua yang ada di dunia ini telah di rancang untuk saling terhubung, jika kamu mengubah satu hal saja maka seluruh hal akan berubah. Kamu merasa kamu hanya bagian kecil bahkan bukan bagian dari lingkunganmu, tapi tanpa kamu sadari jika kamu tidak ada disana maka hal yang ada saat ini belum tentu sama. Kan gak selamanya kamu gak berguna mungkin saja ada disuatu keadaan yang tidak kamu sadari itu memiliki pengaruh yang besar. Misalnya karena kamu sering dibantu temenmu menggunakan komputer tanpa sadar dia juga jadi lebih ahli karena sering mengulang hal yang dia bisa, coba kalo kamu gak ada, bisa aja kan dia jadi sering lupa karena gak sering mengulang hal mudah yang dia bisa" Pak Beno kembali meneguk tehnya. Ia tampak terlihat kehausan setelah banyak bicara.
Ada jeda diantara kami berdua. Yang terdengar hanya suara jangkrik dan suara kriuk-kriuknya pisang goreng yang sedang dikunyah pak Beno. Aku kembali mencerna kata-kata yang diucapkannya tadi. Benar juga, semua hal yang terjadi jika dipikirkan kembali memiliki kaitan satu sama lain. Bisa dibilang tidak mungkin terjadi hal yang tidak berguna didunia ini walaupun tidak semuanya baik.
Kutarik lengan bajuku dan melihat jam, pukul 11 malam. Aku tersenyum melihat pak Beno dan dia tersenyum kembali padaku.
"Pak udah malem Dika mau pamit ya, makasi lo tehnya, saya senang ngobrol dengan bapak hari ini"

"Iya sama-sama dik, kamu sering-sering main kesini ya. Kalo ada masalah curhat aja sama bapak hehe" Pak Beno nyengir dan menepuk-nepuk bahuku

Puasa tahun ini serasa mendapat berkah, mulai saat ini aku mencoba untuk mengubah sudut pandangku terhadap suatu hal. Karena semua hal  terjadi karena ada sebabnya.

Rabu, 01 Juni 2016

Suatu Hari di Bulan Juni


Mungkin sudah kesekian kalinya aku ke sini, selalu tanggal 1 bulan Juni.
Aku tak pernah melupakannya sejak pertama kita berjumpa.
Sinar mata yang tak pernah padam dari mata coklatmu.
Aku ingat kau tak pernah berhenti mengoceh tentang hobimu.
Dan kita selalu membaca dongeng di dekat perapian.
Kau ingat saat ulang tahunmu tujuh tahun lalu? Kau tak ingin hadiah, kau hanya ingin aku berjanji kita akan selalu bersama.
Tenang saja, aku bukan seorang pengingkar. Bahkan ketika kau tak pernah bicara lagi aku tetap memegang janjiku.
Tapi 1 Juni kali ini berbeda, mungkin aku tak bisa membawa bunga lagi untukmu atau bercerita tentang kebun kecilku lagi.
Namun aku cukup lega, karena setelah batu nisan kita berdampingan seperti ini, kau akan tau bahwa sampai kapanpun aku tak pernah mengikari janjiku.